Kamis, 14 April 2011

Sekilas Latihan Instruktur Nasional IMM (LIMN & LIP) di BALI

Sekilas Latihan Instruktur Nasional IMM (LIMN & LIP) di BALI
Written by Bidang Kader    FRIDAY, 18 FEBRUARY 2011 21:36    PDF Print E-mail
Addthis
Membangun Moralitas Hanif Menuju Peradaban Berbasis Nilai “
Perkembangan masyarakat Indonesia baik yang disebabkan oleh daya dinamik dari dalam atau pun karena persentuhan dengan kebudayaan dari luar telah menyebabkan perubahan tertentu. Perubahan itu menyangkut seluruh segi kehidupan masyarakat. Diantaranya bidang sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan, yang menyangkut perubahan strukturil dan perubahan pada sikap serta tingkah laku dalam hubungan antar manusia.
Saat ini Indonesia sedang menghadapi persoalan yang amat rumit. Berupa adanya gejala semakin merosotnya praktik nilai-nilai moralitas dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Keadaan ini tentunya sangat ironis ketika kita melihat berbagai sumber nilai moralitas yang dalam tataran formal telah disepakati bersama menjadi landasan kehidupan berbangsa dan bernegara seperti: Pancasila, UUD, Undang-Undang, dan berbagai peraturan (yang seharusnya menjadi sumber dan pengendali tegaknya nilai-nilai moral bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara).
Nilai-nilai luhur universal yang terkandung dalam Pancasila beserta berbagai landasan hukum yang kita miliki ternyata belum efektif untuk mengkondisikan bangsa kita memiliki praktik hidup bermasyarakat secara bermartabat. Dalam peradaban dan budaya masyarakat mengenal apa yang disebut moralitas. Moralitas menjadi sumber aturan perilaku yang tak tertulis yang oleh masyarakat dipegang teguh karena ia memiliki nilai-nilai kebaikan sesuai dengan ukuran-ukuran nilai yang berkembang dalam masyarakat. Dan, moralitas dalam diri seseorang dapat berkembang dari tingkat yang rendah ke tingkatan yang lebih tinggi seiiring dengan kedewasaannya.
Kohlberg (1976) menggambarkan tiga tingkatan moralitas yang dikaitkan dengan perspektif sosial yang meliputi: (1) preconventional, (2) conventional, dan (3) post conventional atau principled. Pada tingkat preconventional, (tingkatan moralitas yang paling rendah) perspektif sosial moralitas seseorang menunjukkan bahwa dirinya merupakan individu yang kongkrit. Oleh karena itu perilaku resiprokal sangat penting bagi orang yang berada dalam tingkat moralitas ini. Dalam tingkatan moralitas ini kita sering menjumpai perilaku seseorang dengan penalaran yang menunjukkan perspektif sosial. Pola berpikir moral seperti ini tentu bisa dilakukan secara kolektif yang kemudian mencerminkan suatu moralitas bangsa.
Pada tingkatan conventional perspektif sosial yang ditonjolkan pada tingkatan moralitas ini ialah pentingnya seseorang menjadi anggota masyarakat yang baik. Oleh karena itu perilaku orang yang berada pada tingkatan ini akan memiliki alasan-alasan: (1) apakah masyarakat mengizinkan; (2) pentingnya bagi seseorang untuk memiliki loyalitas pada orang, kelompok, dan otoritas pemegang kekuasaan; dan (3) pentingnya memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain dan masyarakat secara luas.
Akhirnya, pada tingkatan post conventional (tingkat penalaran moral yang paling tinggi, yang hanya bisa dicapai ketika seseorang telah mencapai paling tidak usia 24 tahun), lebih mementingkan nilai-nilai moral yang bersifat universal. Dalam tingkatan ini orang mulai mempertanyakan mengapa sesuatu dianggap benar atau salah atas dasar prinsip nilai moral yang universal yang kadang-kadang juga bisa bertentangan dengan kepentingan masyarakat secara umum.
Dari hal tersebut diatas, maka menjadi penting kita perlu memperbincangkan pendidikan moral yang tak lain bertujuan untuk membangun sebuah cita-cita luhur peradaban suatu bangsa. Tentunya peradaban ideal tidak dibentuk dan tidak pula dibangun oleh orang-orang berpengetahuan bermental buruk melainkan dibentuk dan dibangun oleh tangan-tangan berpengetahuan tinggi dilandasi nilai moral dan agama sebagai pondasi berdirinya peradaban tersebut. Sedangkan sumberdaya manusia yang mempunyai kriteria tersebut hanya bisa dicetak dengan pendidikan dan pelatihan serius yang terprogram dan terarah. Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai salah satu elemen bangsa dalam konteks civil society  merasa perlu melaksanakan pelatihan tersebut demi perbaikkan dan mempersiapkan generasi mendatang yang tangguh untuk umat, bangsa dan Negara.
Oleh karena itu kami berharap semua kader IMM untuk terlibat dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan LIM dan LIP yang insyallah dilaksanakan pada tanggal 23-28 Februari 2011 - (zak)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar